Kisah Petani Milenial Bandung Sukses Ekspor Kopi Ke Timur Tengah dan Eropa
- juragantaniantihoa
- Jun 1, 2023
- 3 min read

Seorang petani milenial asal Bandung, Satrea Amambi sukses memanfaatkan potensi besar dari komoditas kopi arabika yang ada di wilayahnya menjadi produk bernilai ekonomi dengan menembus pasar global.
Sejak tahun 2014, pemuda asal Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini mengelola Kopi Wanoja dari yang hanya 1,5 hektar kini berkembang menjadi 20 hektar.
Dimulai dari menjual di pasar roastery, agregator, hingga e-commerce, Satrea mengembangkan usahanya ke pasar ekspor di tahun 2020. Kerja kerasnya terbayar, ia pun berhasil mengekspor kopi olahannya hingga ke Jepang, Uni Emirat Arab, dan Jerman.
Dalam video Youtube Kementerian Pertanian, Satrea bercerita bahwa dia mulai menanam kopi arabika di wilayah Kamojang sejak tahun 2006 dengan varietas Kartika, sigarutan dan lini S. Selain itu, ada juga varietas Andungsari.
"Saya terlibat dalam pengelolaan sekitar 20 hektar lahan dari total 100 hektar yang dimiliki kelompok tani," ungkap Satrea.
Awalnya, Satrea terjun ke dunia pertanian pada tahun 2014 setelah ibunya membeli lahan kebun. Kemudian muncul ketertarikan untuk terlibat dalam mengelolanya.
Satrea memutuskan untuk fokus pada pertanian kopi karena melihat potensinya yang bagus dari segi penjualan dan harga. Sebelumnya, dia pernah mencoba profesi lain tetapi tidak berhasil.
Sejak tahun 2015, Satrea mulai menjual biji kopi hijau (green bean) secara langsung kepada roastery, agen atau eksportir, serta melalui e-commerce. Meskipun jumlahnya masih sedikit, dia yakin bahwa permintaan kopi akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang berdasarkan respons positif konsumen yang telah membeli produknya.
"Kami juga berhasil menembus pasar internasional seperti Jepang, Qatar, dan Eropa, khususnya Jerman," ungkap dia.
Dalam proses produksi kopi, dimulai dengan pembibitan untuk memastikan kualitas bibit yang terjamin. Setelah bibit cukup usia, dia menanamnya di lahan yang disiapkan. Dia mengatakan butuh waktu sekitar 2-3 tahun untuk kopi supaya bisa diambil buahnya.
Setelah panen, dia mengumpulkan hasil panen secara kolektif dan mengirimkannya ke pengolahan di Wanoja. Di sana, biji kopi diproses menjadi produk, seperti full wash, semi wash, rohani, atau natural. Proses pengolahan ini membutuhkan waktu sekitar 1-2 bulan, kemudian biji kopi disortir, dikemas, dan disimpan sebelum didistribusikan.
Baca juga:
Satrea melihat kopi merupakan komoditas yang harganya tinggi karena membutuhkan upaya yang besar dalam proses produksinya. Namun, potensi pertumbuhan konsumsi kopi masih besar baik secara global maupun di dalam negeri.
Permintaan kopi terus meningkat, dan Indonesia memiliki pasar yang terus berkembang dengan pertumbuhan peminum kopi yang signifikan per kapita. Permintaan kopi dalam negeri juga terus tumbuh, sehingga ekspor kopi memiliki potensi yang baik.
"Dalam beberapa tahun ke depan, potensi kopi masih besar, dan permintaan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan konsumsi kopi," ujar dia.
Satrea sudah mengembangkan ekspor kopi ke negara lain. Dia telah berhasil memasuki pasar Jepang, Qatar, dan Eropa, terutama Jerman. Ini merupakan pencapaian baik dia, mengingat kesulitan untuk memasuki pasar-pasar tersebut.
"Keberhasilan kami dalam menembus pasar ini menjadi modal yang baik bagi kami saat ini. Jika kami dapat berhasil di pasar-pasar tersebut, maka kemungkinan besar kami juga dapat sukses di pasar lainnya, terutama dengan produk kopi arabika yang merupakan keunggulan kami," kata dia bercerita.
Selama menjadi petani kopi, Satrea merasakan peran pemerintah sangat besar dalam dunia pertanian. Pemerintah memberikan bimbingan melalui berbagai cara, baik dalam bentuk bimbingan SDM maupun fasilitas.
"Tanpa adanya bimbingan dari pemerintah, kita tidak akan secepat ini dalam memulai dan mengembangkan usaha pertanian," kata dia.
Dia mencontohkan, pemerintah melalui Dinas Pertanian Kabupaten, Dinas Pertanian Provinsi, Ditjen BUN, dan Kementerian Pertanian, memberikan bantuan fasilitas pengolahan dan peralatan seperti mesin pemipil, mesin holler, mesin pencacah, dan unit pengolahan hasil (UPH).
Selain itu, Satrea juga mengikuti program korporasi petani yang diselenggarakan oleh Kementan. Program ini bertujuan untuk menstabilkan harga kopi dan meningkatkan penyerapan kopi.
Satrea berpesan agar teman-teman terutama yang tinggal di daerah pegunungan atau memiliki lahan luas, agar jangan takut untuk bercocok tanam. "Hasil dari bertani bisa luar biasa. Seperti petani di Amerika atau Brazil yang memanfaatkan teknologi tinggi dan menghasilkan pendapatan yang besar, teman-teman juga dapat mencapai hal serupa," kata dia.
"Jangan takut untuk terjun ke dunia pertanian, karena hasilnya bisa luar biasa," pungkasnya.
Comments